catatan-catatan singkat ini hanyalah hiburan belaka....hanya untuk mengisi kekosongan....hanya untuk membuktikan bahwa kita masih normal untuk memaknai kehidupan

Saturday

Cara Belajar Siswa 'Betul-Betul' Aktif

Siswa ini mengalami kejenuhan berat dalam menghadapi pelajaran. dalam situasi ini, sang guru harus mengambil langkah tepat untuk memunculkan kegembiraan dan keinginan siswa untuk bereksplorasi terhadap lingkungannya, tanpa aktivitas pemaksaan. Untuk mencapai proses ini, guru harus memiliki gaya belajar yang menantang siswa dan menarik. Sehingga pengelolaan
pembelajaran benar-benar menarik, menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa.

Tapi masalahnya metode baru terkadang bertentangan dengan aturan kedisiplinan sekolah atau kurikulum yang baku. Misalnya saja, Pendekatan Out-door learning yang menggunakan setting alam terbuka sebagai sarana kelas, untuk memberikan dukungan proses pembelajaran secara menyeluruh yang dapat menambah aspek kegembiraan dan kesenangan. Metode ini dianggap tidak memenuhi standar kedisplinan, bahkan mengajak siswa menjadi liar. Akhirnya metode ini di alihkan dalam bentuk kegiatan ekstra kokulikuler.

Salah seorang guru pernah mengeluh bahwa sekolahnya lebih berprestasi di bidang ekstra kokulikuler dibandingkan pelajaran sekolahnya. "liat piala-pila di rak itu, semuanya atas nama ekstra kokuliikuler". katanya

Jika saja metode belajar di ubah menjadi bentuk out door, mungkin saja prestasi siswa-siswa itu akan lebih baik dari pada kegiatan-kegiatan ekstra kokulikuler itu dibandingkan metode sekarang yang menuntut para siswa untuk diam didalam ruangan dan mengarahkan pandangan mereka pada satu titik yaitu 'papan tulis'.

Atau jika sekolah-sekolah kita berani merubah semua bentuk pembelajaran, mulai dari peran guru sampai pada kurikulumnya, kita bisa menggunakan metode "moving class'. Metode ini dianggap mampu membantu siswa menjadi lebih aktif dan agresif dalam belajar.

Perbedaannya dengan metode belajar konvensional dimana guru yang bergerak menemui siswa-siswi di kelas kemudian mengurung mereka sampai jam pelajarannya selesai, metode moving class menempatkan siswa-siswi sebagai orang yang haus akan ilmu pengetahuan sehingga siswa-siswi lah yang bergerak mencari guru untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut. Pada metode konvensional, saat kegiatan belajar mengajar, gaya dan cara seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran berbeda satu dengan yang lainnya. Metode yang digunakan, kebiasaan yang kurang baik yang dilakukan, atau materi yang diberikan oleh guru akan mempengaruhi daya tangkap siswa dalam menyerap materi yang ada. Kurikulum yang terlalu padat dengan materi yang kurang relevan dengan tujuan pembelajaran, hanya akan membuat bingung siswa, sehingga siswa menjadi kurang termotivasi untuk belajar.

Suasana lengan pada jam pelajaran pada metode konvensional berubah menjadi ramai di metode moving class, terutama di koridor-koridor kelas. Siswa bebas menentukan mata pelarannya pada hari itu sehingga mereka tahu apa yang mereka butuhkan atau dalami. Guru-guru pun akan merasa mudah dan terhargai.

Sistem ini juga akan mengurangi kegiatan guru yang kurang bermanfaat, misalnya 'gosip ria', 'acara makan-makan', 'acara fashion' dll. Guru-guru diarahkan duduk dikelas menunggu siswa-siswi yang membutuhkan mata pelajarannya.

Dan tentunya, untuk menarik minat siswa-siswa, maka kelas-kelas tersebut harus dilengkapi alat dan bahan yang lengkap. Misalnya bahasa inggris. Kelas bahasa inggris harus di lengkapi dengan perlengkapan listening, kamus bahasa inggris, bahan-bahan bacaan ringan berbahasa inggris, dll. Penyediaan alat-dan bahan ini tentu tidak seberapa harganya dibandingkan memperbanyak ruangan untuk menampung siswa-siswi didalammnya. Maksudnya, kita tidak butuh terlalu banyak ruangan karena ruangan akan disesuaikan dengan jumlah mata pelajaran. Yang kita butuhkan adalah alat dan bahan yang lengkap sehingga siswa-siswa bisa lebih menguasai pelajaran yang diberikan guru. (Jeneponto, 26 Maret 2010)

Friday

Untuk Ibu.....


Suatu saat diatas tikar.
Kau terbangun oleh rasa sakit di perutmu.
Kau meraba perutmu, seperti ada yang akan jatuh dalam dirimu.
Kau menjeritkan sebuah kata mirip maut.
Disampingmu seorang pria cemas.
Kau cengkram tangannya kuat. Dia menatap matamu yang membesar.
Menatapmu dengan mata hitamnya lembut, begitu lembut.
Kau menelan matanya ke dalam dirimu. Menenangkanmu.
Dan kau rasakan ada yang keluar jatuh dari rahimmu. Sakitmu memupus.
Lalu hening hilang oleh pecah tangis bayi.
Kau melepas nafas diantara senyum merekah.
Kau memejamkan mata diantara mata terbuka binar.
Kau menggigit bibir diantara dera kebahagiaan.
Hampir sekarat yang tak pernah dimengerti lelaki.
Belum berakhir....
Bayi itu berhenti menangis saat dekatmu.
Kau dekatkan dadamu di kepalanya.
Kau kecup wewangian tubuhnya.
Wangi manis, wangi begitu baru, wangi berasal dari tubuhmu.
Kau senandungkan lagu. Mengantarnya ke malam.
Matanya perlahan mengatup.
Gerak bibirnya perlahan mengendurkan hisap puting susumu.
Kau berbisik: Kelak ketika engkau sudah besar, akan kuserahkan pada dunia. Ketika engkau kenal bahasa, ucapkan keindahan. Dunia diluar sini adalah hutan. Banyak jalan, jebakan maut. Ketika kau sendirian, terjebak dalam hutan, tanpa remah-remah roti petunjuk jalan. Lewati semua sengkarut dengan sabar.

Nasib Dokar

Pagi itu, Anak sekolahan ramai-ramai naik dokar setelah semua jam pelajaran selesai. Kembali aku diingatkan masa kecil. Kendaraan ini menjadi alat transportasi antar desa di kabupaten Jeneponto. Setiap pulang kampung, saat itu jalan depan rumah belum beraspal seperti sekarang ini, anak-anak sebayaku gemar jadi kenek dokar. Aku tentu tidak ketinggalan, tetangga sering mengajakku jadi kenek sekalian jalan-jalan. Meski jalannya banyak yang rusak, tapi ada pula nikmatnya, kepala goyang kiri-goyang kanan, seperti orang lagi clubbing. Tapi hati-hati, kepala bisa terbentur di tiang besi dokar.


Sekarang kendaraan ini sudah jarang ditemukan. Kalaupun ada, hanya pada pukul 7 - 11 pagi ketika pasar lagi ramai, itupun jumlahnya tidak banyak, 4 atau 6 dokar lalu lalang. Setelah itu, ojek motor mengambil alih perannya sebagai alat transportasi antar desa. Dari tahun ke tahun, sejak masyarakat Jeneponto sudah mengenal ojek, jumlah dokar pun semakin berkurang. Apalagi ojek lebih praktis dan cepat dibandingkan memakai tenaga kuda. Banyak kusir yang dulunya berprofesi penarik dokar, sekarang beralih sebagai tukang ojek. Maklum penghasilan tukang ojek lebih baik dibandingkan penarik dokar. Belum lagi perawatannya. Tukang ojek tidak terlalu ribet dalam merawat motornya, bahkan jika tidak tahu sama sekali tentang perawatan motor, mereka tinggal membawanya ke bengkel. Beda dengan penarik dokar, sepulang narik, sang kusir harus merawat kudanya. Mencari rumput, memandikan,, mengontrol kesehatan, belum lagi perawatan dokar itu sendiri yang banyak memakan biaya.

Melihat kenyataan ini, tidak menutup kemungkinan dokar akan menjadi kenang-kenangan belaka di kemudian hari dan hanya untuk kita dongengkan kepada anak cucu kita. Sangat sulit untuk melestarikannya karena erat hubungannya dengan ekonomi. Sekarang, tinggal beberapa orang yang masih bertahan sebagai kusir dokar. Entah berapa lama mereka akan bertahan untuk melestarikan alat transportasi yang notabene sebagai perintis awal dari alat transportasi di dunia moderen sekarang ini. (Arsip)

Thursday

Pak Tani dan Bu'Tani


Pak Tani : Alhamdulillah, bajiki assele'na inne
taunga ammana
Bu'Tani : Mudah-mudahan kamma inji inne
taung labattua mae
Pak Tani : Punna lammoroji pupuka, pasti
lakamma inji inne kutae, ka
kulangngeriki la naimi seng pupuka
Bu'Tani : kukana pammarentah najanjiki lana
palammoroki pupuka wattunna
akkampanye?
Pak Tani : Nuassemmi antu pammarentata,
punna nia erokna, porei a'janji, tapi
punna nagappamo anjo nakerokia,
nakuluppaimi janjinna
Bu'Tani : Lani apa pale, punna kamma injo pammarentata, ia mami anne assele sike'deka
lampasikolai i baso nakkulle anjari apmmarenta todo
Pak Tani : (tertawa) Latikkamma carana i baso lassikola tinggi punna biaya lanjari pammarenta
ka'jala. Punna berasa ji lani pattoang, tena nangganna.

Petani-petani kecil ini terkurung di dunianya tanpa daya. Mereka menjalani rutinitas tanpa kemungkinan untuk meraih kesejahteraan. Hidup mereka dikuasai para pedangang. Para pedagang lah yang mendapat keuntungan atas jerih payah mereka. Saya amati, begitu jauhnya selisih harga antara di petani dan di pasar.

Tak adanya kemampuan menawar pada petani dan berkuasanya para tengkulak mestinya jadi perhatian pemerintah. Pemerintah pada level apapun mestinya memikirkan solusi terbaik untuk kasus ini. Tapi sepertinya pemerintah terlalu sibuk dengan masalah kekuasaan.

Menangnya para pedagang atas petani bisa dilihat pula dari banyaknya petani yang menjual tanahnya untuk modal dagang. Tak sedikit pula yang menjual tanahnya untuk modal jadi TKI. Sekarang kalaupun masih marak dunia pertanian, saya menduga ini cuma visualisasi semata. Yang berlangsung sesungguhnya adalah perdagangan, bukan saja perdagangan hasil tani dan tanah pertanian tapi perdagangan harkat dan martabat petani. Petani sedang menyongsong era baru perbudakan di negri ini.

(Jeneponto, 26 Mei 2010)

A'baung Benteng

Sekitar pukul 06.00, udara masih dingin menyengat tubuh. Kaum pria sudah berkumpul dalam agenda a'baung benteng (membangun dasar rumah). Teriakan "1-2-3" mulai memecah kebekuan pagi. dan sedikit demi sedikit pondasi rumah mulai berdiri kokoh. Kerja sama kaum tua dan kaum muda sangat terlihat disini. Kaum tua yang sudah berpengalaman mengarahkan kaum muda untuk menarik tali sesuai dengan ketentuan agar posisi rumah tidak miring nantinya. Sementara kaum perempuannya sibuk mempersiapkan hidangan ala kadarnya untuk menyambut keletihan kaum pria. Setelah semua selesai, hidangan pun sudah dinikmati satu-persatu kaum pria (tua-muda) dan kaum perempuan pulang kerumah mereka masing-masing. Tidak ada imbalan atau upah mereka dapatkan, tapi mereka merasa puas setelah ikut dalam menciptakan kebersamaan.




Alhamdulillah, hidup gotongroyong makin tumbuh kembali dalam masyarakat Indonesia. Mungkin ada orang berpendapat, khususnya kalangan yang terbelinger atau terobsesi dengan kehebatan dunia Barat, bahwa keinginan demikian adalah kemustahilan dan hanya merupakan nostalgia orang tua yang hidup dalam pikiran dan perasaan masa lampau yang sudah jauh terlewati.

Sebagian orang juga mengatakan bahwa hidup gotongroyong tidak akan membantu untuk mencapai kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan kesejahteraan makin tinggi. Telah dibuktikan bangsa lain seperti Jepang, bahwa tanpa individualisme dan liberalisme dapat dicapai kemajuan itu.

Budaya gotongroyong juga biasa dicerminkan dalam berbagai hal, khususnya pada komunitas pedesaan, seperti menanam padi, mendirikan mesjid, dan membangun saluran air sawah. Tapi semakin berkembangnya zaman, sistem pun sedikit berubah menjadi sistem upah sehingga nilai kegotongroyongan mulai pudar. Kekhawatiran kita, jika sistem ini terus berlanjut menjadi sikap individualis ala barat. Maka tentu kita tidak akan menemukan lagi pemandangan seperti diatas. a'baung benteng.

Jeneponto, 25 Mei 2010